Bisnis.com, JAKARTA - Pakar keamanan sibe meminta pemerintah memastikan bahwa Haps Zephyr yang dikembangkan oleh Airbus nantinya tidak mengganggu keamanan penerbangan Indonesia.
Haps Zephyr akan terbang pada ketinggian 60.000 kaki atau 20 kilometer di atas permukaan bumi. Jauh lebih rendah dari Starlink yang terbang di ketinggian 500 kilometer. Ketinggian terbang Haps mendekati ketinggian terbang pesawat yang sekitar 30.000 - 40.000kaki.
Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja mengatakan konsep dari HAPS Aalto milik Airbus saat ini masih perlu dibuktikan. Meski Aalto mengeklaim berada di ketinggian 60.000 kaki dan aman dari penerbangan, perlu dibuktikan keamanan perangkat tersebut di Indonesia.
Tidak hanya itu, lanjutnya, Indonesia sebagai negara kepulauan yang luas, tentunya akan menggunakan Haps dalam jumlah banyak, yang membuat wilayah udara Indonesia dikelilingi banyak Haps.
“Belum terbukti. Selain itu, badan penerbangan internasional di bawah PBB (ICAO) juga pernah menyampaikan bahwa objek terbang yang tidak terdeteksi, yang terbang di angkasa [kecuali satelit], itu susah,” kata Ardi kepada Bisnis, Jumat (2/8/2024).
Ardi juga khawatir bahwa bahan karbon fiber yang terdapat di Haps sulit dilacak oleh radar pesawat. Hal ini membuat Haps berpotensi menjadi objek yang tidak terlacak, seperti yang dikhawatirkan International Civil Aviation Organization (ICAO).
“Beberapa negara di Eropa dan Australia belum menyetujui,” kata Ardi.
Sepakat, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi meyakini bahwa Haps memiliki potensi yang besar untuk mendorong pemerataan jaringan internet di Indonesia. Haps juga dapat menggantikan BTS yang selama ini sulit untuk dihadirkan di daerah pedalaman yang terjal.
Hanya saja, Heru berpendapat, potensi tersebut belum terlihat, nampak dari negara-negara global yang hingga saat ini juga masih mengembangkan teknologi BTS terbang tersebut.
“Kita belum tahu secara real apakah ini nanti bisa menggantikan BTS? berapa banyak? keandalannya bagaimana? dimana? semua pertanyaan itu akan bisa terjawab kalau sudah trial termasuk apakah operator akan mengadopsi teknologi tersebut atau tidak?” kata Heru.
Sementara itu, Dosen Teknik Telekomunikasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Ian Josef Matheus Edward mengatakan bahwa BTS terbang dapat menjadi alternatif dalam memberikan konektivitas di daerah yang sulit dijangkau atau daerah rural.
Namun, untuk mengimplementasikan teknologi ini pemerintah dan Mitratel perlu melakukan uji coba terlebih dahulu dan memastikan bahwa frekuensi Haps tidak mengganggu pemain eksisting.
“Frekuensi yang digunakan sudah diperoleh dan diujicobakan tanpa mengganggu yang ada,” kata Ian kepada Bisnis, Kamis (1/8/2024).
Ian menambahkan meski demikian dengan posisi Haps yang lebih rendah dibandingkan Starlink, maka redaman latensi akan makin kecil sehingga waktu respons perangkat akan lebih baik dibandingkan dengan internet berbasis Starlink.
Sebelumnya, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. dan AALTO HAPS Ltd. (AALTO), produsen dan operator High Altitude Platform Station (HAPS) bertenaga surya Zephyr, menjalin nota kesepahaman untuk menjajaki penyediaan solusi HAPS komersial di Indonesia.
Zephyr yang merupakan Flyng Tower System (FTS) atau biasa disebut BTS Terbang, menyediakan layanan konektivitas seluler, termasuk 5G, langsung ke perangkat. Pesawat nirawak ini mampu terbang di ketinggian 18-20 kilometer, yang kemudian memberikan layanan internet dengan latensi lebih rendah.
Dalam laman resminya, Aalto mengeklaim latensi Zephyr 5-10 milidetik jauh lebih rendah dibandingkan dengan Starlink yang berkisar 50 milidetik ke atas.
Aalto juga menyebut Haps dapat menjadi solusi konektivitas 4G dan 5G di lokasi- lokasi yang sulit dijangkau, khususnya di daerah terpencil.
Direktur Utama Mitratel Theodorus Ardi Hartoko mengatakan kerja sama ini merupakan upaya perusahaan dalam mendukung rencana pemerintah Indonesia untuk memberikan akses yang merata terhadap telekomunikasi berkualitas bagi seluruh masyarakat.
Akses internet dapat meningkatkan kualitas hidup sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.
“Kami merintis berbagai inisiatif dan mengadopsi teknologi baru yang memungkinkan Mitratel untuk memperluas jaringannya secara efektif, dengan mengembangkan jalur industri dan komersial untuk HAPS dan Flying Tower System (FTS) di Indonesia,” kata lelaki yang akrab disapa Teddy, dikutip Kamis (1/8/2024).